Jangan Mudah Percaya, Ini 6 Mitos Mengenai TBC

img
Ilustrasi mitos.

KOMPAS.com - Percaya bahwa TBC adalah penyakit kutukan adalah deretan pemahaman sebagian masyarakat Indonesia terhadap penyakit ini. Pada kenyataannya, hal-hal yang beredar soal TBC itu tidak benar adanya alias mitos.

Sejumlah pandangan yang belum teruji secara medis tersebut membuat sebagian masyarakat yang bergejala TBC enggan untuk memeriksakan diri ke fasilitas kesehatan dan ragu melakukan pengobatan. Ditambah lagi, pandemi Covid-19 yang membuat masyarakat tidak lagi memikirkan TBC sebagai salah satu penyakit menular yang berbahaya di Indonesia.

Padahal, masyarakat yang bergejala TBC tak boleh terlambat melakukan pemeriksaan dan pengobatan yang tepat. Kondisi itu tak hanya mengancam dirinya saja tetapi juga orang lain. Perlu diingat bahwa penularan TBC bisa dengan mudah terjadi begitu cepat.

Untuk meningkatkan kesadaran diri akan gejala TBC dan tidak ragu lagi untuk cek ke dokter segera, berikut 6 mitos soal TBC yang masyarakat perlu Anda ketahui dengan jelas:

1. TBC adalah penyakit turunan

Pandangan bahwa TBC adalah penyakit turunan merupakan fakta yang salah. Perlu diketahui, TBC adalah penyakit menular yang disebabkan oleh infeksi bakteri mycobacterium tuberculosis. TBC menular lewat udara dan penularan paling cepat ke orang-orang terdekat dari pasien TBC.

Penularan TBC tidak ada hubungannya dengan genetik atau riwayat kesehatan keluarga. Penularan TBC akan lebih cepat terjadi di ruangan tertutup dengan kondisi ventilasi udara yang buruk.

Ditambah lagi kondisi kesehatan, daya tahan tubuh, kebersihan pribadi, dan lingkungan juga ikut menentukan tinggi rendahnya risiko tertular TBC.

 2. TBC adalah penyakit masyarakat kelas menengah ke bawah

Pandangan ini cukup melekat pada masyarakat Indonesia terhadap TBC. Padahal, penyakit TBC bisa menyerang siapa pun yang terinfeksi bakteri tersebut. Data dari Pusat Data dan Informasi Kementerian Kesehatan RI, menunjukan tidak ada perbedaan jumlah kasus yang besar antara kelompok ekonomi terbawah sampai dengan menengah atas.

Hal ini bisa diartikan bahwa semua lapisan masyarakat berpotensi untuk terinfeksi TBC. Hal yang perlu diingat adalah beberapa kelompok orang yang berisiko tinggi terinfeksi TBC adalah sebagai berikut:

  • Orang yang memiliki sistem kekebalan tubuh lemah
  • Orang dengan HIV/AIDS dan diabetes
  • Orang yang tinggal di tempat dengan sanitasi buruk
  • Orang yang kontak langsung dengan pasien TBC

 3. TBC hanya menyerang paru-paru

Perlu masyarakat ketahui bahwa setelah masuk ke dalam tubuh, bakteri TBC bisa menjalar ke organ tubuh yang lain setelah mengendap beberapa saat di paru-paru. Oleh karena itu, seseorang bisa saja mengidap TBC Tulang, TBC Usus, TBC Kelenjar Getah Bening, dan organ tubuh lainnya.

Kondisi ini kerap dikenal dengan TBC Ekstra Paru. Dengan mengetahui hal ini, masyarakat wajib meningkatkan lagi kesadarannya akan kondisi tubuh jika memiliki gejala TBC untuk cek ke dokter segera.

4. Pasien TBC harus dijauhi

Pasien TBC tak perlu dijauhi, sebaliknya harus mendapatkan dukungan dari siapa pun. Pandangan untuk menjauhi dapat membuat mereka tertekan dan akhirnya kurang motivasi untuk mengobati penyakitnya. Jika ada penderita TBC di lingkungan Anda, pahami bahwa bakteri TBC hanya bisa ditularkan melalui udara ketika seseorang menghirup udara yang terkontaminasi dari pasien TBC.

Dari Badan Pengendalian dan Pencegahan Penyakit (CDC), TBC tidak akan berpindah ketika masyarakat melalui kontak fisik, seperti:

  • Bersalaman atau berpegangan tangan
  • TBC tidak menular dari hubungan seks
  • Berbagi makanan atau minuman
  • Menggunakan toilet yang sama dengan pasien TBC

Perlu Anda ingat juga bahwa bakteri TBC tidak bisa menempel pada pakaian ataupun kulit.

5. Jika terinfeksi bakteri TBC, sudah pasti sakit

Faktanya tidak seperti itu. Kebanyakan orang sudah pernah terpapar bakteri TBC setidaknya satu kali selama hidupnya. Namun, daya tahan tubuh yang kuat membuat kecil kemungkinan bakteri tersebut berkembang menjadi penyakit.

Kondisi ini biasanya disebut dengan istilah TBC Laten, yakni bakteri masuk ke tubuh tetapi tidak aktif sehingga tubuh pun tidak memunculkan gejala apa pun terkait TBC.

6. TBC tidak bisa sembuh

Mitos tersebut tidak benar. Walau tergolong penyakit yang berbahaya, tetapi TBC bisa sembuh total jika pasien TBC rutin melakukan pengobatan minimal 6-9 bulan secara teratur sampai tuntas. 

Terkadang, yang terjadi adalah pasien TBC tersebut tidak menyelesaikan pengobatannya sehingga bakteri hanya melemah sesaat dan tiba-tiba bisa menguat sehingga pada waktu yang lain, pasien TBC tersebut seperti kambuh penyakitnya.

Pasien TBC yang telah menyelesaikan dosis pengobatan sampai waktu yang sudah ditentukan oleh dokter, perlu melakukan pemeriksaan BTA, rontgen dada, dan tes laboratorium lainnya di akhir masa pengobatan untuk memastikan keadaan pasien sembuh total.

Mencegah TBC

Mencegah memang selalu lebih baik daripada mengobati. Untuk itu, kesadaran dan kepekaan terhadap gejala-gejala TBC perlu sekali untuk ditingkatkan. Jika ada gejala batuk berdahak terus-menerus sampai 14 hari atau lebih, kamu perlu cek ke dokter segera.

Informasi lebih lanjut mengenai TBC bisa Anda dapatkan dengan mengunjungi website https://141.stoptbindonesia.org dan https://tbindonesia.or.id/. Anda pun bisa mengidentifikasi TBC sejak dini dengan memanfaatkan beberapa fitur yang ada di dalam website tersebut.

Fitur Chatbot 141CekTBC, misalnya, bisa bantu masyarakat untuk mengetahui informasi lengkap tentang pencegahan TBC. Fitur ini juga bisa bantu masyarakat menemukan lokasi fasilitas kesehatan untuk pemeriksaan TBC yang tepat, serta dapat terhubung dengan dokter melalui Halodoc dan komunitas peduli TBC terdekat.

Untuk identifikasi TBC sejak dini, kamu bisa menggunakan fitur Pengingat 141CekTBC yang bisa membantumu mengetahui sudah berapa lama gejala batuk yang dialami berlangsung. Jika gejala batuk tersebut sampai 14 hari atau lebih, masyarakat akan dapat peringatan untuk langsung cek ke dokter segera.

Masyarakat tidak perlu khawatir mengenai biaya pemeriksaan TBC karena dengan menggunakan BPJS Kesehatan, pemeriksaan tersebut disediakan gratis di fasilitas kesehatan pemerintah.

Fitur-fitur tersebut nantinya diharapkan bisa terus meningkatkan kesadaran dan kepekaan masyarakat terhadap gejala TBC, dan meningkatkan pengetahuan tentang TBC sehingga terhindar dari mitos-mitos yang sudah beredar di masyarakat sebelumnya. 

Untuk informasi lebih lanjut, silakan kunjungi:

14 Hari Batuk Tak Reda? 1 Solusi, Cek Dokter Segera!

 

Website:                                  https://141.stoptbindonesia.org dan https://tbindonesia.or.id

Instagram/Twitter/Facebook: Stop TB Partnership Indonesia

Whatsapp:                               (+628119961141)

Website:                                  tbindonesia.or.id

Twitter:                                   @tbc.indonesia

Facebook:                                TB Indonesia

Youtube:                                  TB Indonesia

Kembali ke Halaman Awal
infografik
  • Kenali, Sadari serta Cegah TBC
    dari sekarang dengan #141CekTBC #TOSSTBC
  • 14 Hari Batuk Tak Reda?
    1 Solusi, Cek Dokter Segera!
  • Chatbot via
    Whatsapp

    Chatbot via
    Website

    Pengingat
    141

    Website
    TB Indonesia

    Informasi
    Lainnya

  • Klik Untuk Tahu Lebih Lanjut

    cursor icon
infografik
  • Kenali, Sadari serta Cegah TBC
    dari sekarang dengan #141CekTBC #TOSSTBC
  • 14 Hari Batuk Tak Reda?
    1 Solusi, Cek Dokter Segera!
  • Chatbot via
    Whatsapp

    Chatbot via
    Website

    Pengingat
    141

    Website
    TB Indonesia

    Informasi
    Lainnya

  • Klik Untuk Tahu Lebih Lanjut

    cursor icon